SEJARAH DAN KIPRAH PESANTREN AS`ADIYAH
Pondok Pesantren ini
didirikan oleh Al-Alimul Allamah Anre Gurutta (AG) H. M. As‘ad. (Dalam
masyarakat Bugis dahulu ia digelair Anre Gurutta Puang Aji Sade‘). Ia adalah
putra Bugis, yang lahir di Mekkah pada hari Senin 12 Rabi‘ul Akhir 1326 H/1907
M dari pasangan Syekh H. Abd. Rasyid, seorang ulama asal Bugis yang bermukim di
Makkah al-Mukarramah, dengan Hj. St. Saleha binti H. Abd. Rahman yang bergelar
Guru Terru al-Bugisiy.
Pada akhir tahun 1347
H/1928 M, dalam usia sekitar 21 tahun, AG H. M. As‘ad merasa terpanggil untuk
pulang ke tanah leluhur, tanah Bugis, guna menyebarkan dan mengajarkan agama
Islam kepada penduduk tanah Wajo khususnya, dan Sulawesi pada umumnya. Ia
berbekal ilmu pengetahuan agama yang mendalam dan gelora panggilan ilahi,
disertai semangat perjuangan yang selalu membara. Pada waktu itu, memang
berbagai macam bid‘ah dan khurafat masih mewarnai pengamalan agama Islam, oleh
karena kurangnya pendidikan dan da‘wah Islamiyah kepada mereka.
Mesjid Jami' Sengkang |
AG. K. H. M. As'ad |
Langkah pertama yang
dilakukan AG H. M. As‘ad setelah tiba di kota Sengkang adalah mulai mengadakan
pengajian khalaqah di rumah kediamannya. Di samping itu beliau mengadakan da‘wah
Islamiyah di mana-mana, serta membongkar tempat-tempat penyembahan dan
berhala-berhala yang ada disekitar kota Sengkang. Pada tahun pertama gerakan
beliau, bersama dengan santri-santri yang berdatangan dari daerah Wajo serta
daerah-daerah lainnya, beliau berhasil membongkar lebih kurang 200 tempat
penyembahan dan berhala. Pada tahun 1348 H/1929 M, Petta Arung Matoa Wajo, Andi
Oddang, meminta nasehat Anre Gurutta H. M. As‘ad tentang pembangunan kembali
masjid yang dikenal dengan nama Masjid Jami, yang terletak di tengah-tengah
kota Sengkang pada waktu itu. Setelah mengadakan permusyawaratan dengan
beberapa tokoh masyarakat Wajo, yaitu AG H. M. As‘ad, H. Donggala, La Baderu,
La Tajang, Asten Pensiun, dan Guru Maudu, maka dicapailah kesepakatan bahwa
mesjid yang sudah tua itu perlu dibangun kembali. Pembangunan kembali masjid
itu dimulai pada bulan Rabiul Awal 1348 H/1929 M, dan selesai pada bulan Rabiul
Awal 1349/1930 M. Setelah selesai pembangunannya, maka Masjid Jami itu
diserahkan oleh Petta Arung Matoa Wajo Andi Oddang kepada AG H. M. As‘ad untuk
digunakan sebagai tempat pengajian, pendidikan, dan da‘wah Islam. Sejak itulah
AG H. M. As‘ad mendirikan madrasah di Mesjid Jami‘ itu, dan diberi nama
al-Madrasah al-‗Arabiyyah al-Islamiyyah (MAI) Wajo. Tingkatan-tingkatan yang
dibina pada waktu itu adalah:
1. Tahdiriyah, 3 tahun
2. Ibtidaiyah, 4 tahun
3. Tsanawiyah, 3 tahun
4. I‘dadiyah, 1 tahun
5. Aliyah, 3 tahun
Semua kegiatan
persekolahan ini dipimpin langsung oleh AG H. M. As‘ad, dibantu oleh dua orang
ulama besar, yaitu Sayid Abdullah Dahlan garut, ex. Mufti Besar Madinah
al-Munawwarah, dan Syekh Abdul Jawad Bone. Ia juga dibantu oleh murid-murid
senior beliau seperti AG H. Daud Ismali, dan almarhum AG H. Abd. Rahman Ambo
Dalle. Pengajian khalaqah (pesantren) yang diadakan setiap ba‘da shalat Subuh,
ba‘da shalat Ashar, dan ba‘da shalat Magrib, yang semula diadakan di rumah AG
H. M. As‘ad, dipindahkan kegiatannya ke Mesjid Jami Sengkang. Pesantren dan
Madrasah yang didirikan dan dibina oleh AG H. M. As‘ad itulah yang menjadi
cikal bakal Pondok Pesantren As‘adiyah sekarang.
Selain Pesantren dan
Madrasah tersebut di atas, AG H. M. As‘ad juga membuka suatu lembaga pendidikan
yang baru, yaitu Tahfizul Qur‘an, yang dipimpin langsung olehnya, dan bertempat
di Masjid Jami Sengkang. Pada tahun 1350 H/1931 M, atas prakarsa Andi Cella
Petta Patolae (Petta Ennengnge), dengan dukungan tokoh-tokoh masyarakat Wajo,
dibangunlah gedung berlantai dua di samping belakang Masjid Jami Sengkang.
Bangunan itu diperuntukkah bagi kegiatan al-Madrasah al-Arabiyyah al-Islamiyyah
(MAI) Wajo, karena santrinya semakin bertambah. AG H. M. As‘ad berpulang ke
rahmatullah pada hari Senin 12 Rabiul Akhir 1372 H/29 Desember 1952 M. dalam
usia 45 tahun. Sesuai dengan wasiat beliau beberapa saat sebelum wafat,
peninggalannya berupa Madrasah dan pesantren kemudian dilanjutkan pembinaannya
oleh dua murid senior; AG H. Daud Ismail, dan AG H. M. Yunus Martan. Pada
tanggal 13 Agustus 1999, berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 1959, dan
Keppres RI No. 076/TK/Tahun 1999, Presiden RI telah menganugerahkan tanda
kehormatan Bintang Mahaputra Naraya kepada AG H. M. As‘ad, karena jasa-jasa
beliau yang luar biasa terhadapa negara dan bangsa Indonesia. Tanda
penghormatan itu diterima di Jakarta atas nama beliau oleh putra beliau, H.
Abd. Rahman As‘ad.
Sumber : Rumah Kitab
1 komentar:
Tabe' bolehkah saya copy artikel ini..
Posting Komentar